Sabtu, 29 September 2012

Jadikanlah ia sebagai Penjaga Layang-layang istrinya

Sambil memandangi langit, seorang janda yang ditinggal mati suaminya satu tahun terakhir terlihat sedang menasihati anaknya yg duduk bersebelahan, bersandar di bahu berkemeja lusuh miliknya.

Sang bunda berkata
"Nak!,
langit itu tak selalu biru..."
terkadang ia Fajar kekuningan, tak jarang juga ia menampilkan senja berkemeja abstrak merah, ataupun disaat akhir2 penantian ia berujung pada kegelapan.

Sambil mengusap pundak kekar berjejerkan lekukan lekukan tulang berzat besi milik anaknya yang menonjol , si ibunda tadi melanjutkan wasiatnya.
"Mungkin sekarang kita sedang menikmati indahnya pelangi,...
tapi seringkali jiwa ini tak sadar bahwa sebelumnya kita pernah melewati hujan hujan kecil maupun hujan hujan yg lebat"

Kemudian tak sengaja, si anak tadi tertunduk lesu sambil mengkerutkan dahinya yg lebar, lalu diangkatnya lah satu alis mata sebelah kanannya menengadahkan jawaban atas semua nasihat dari bundanya itu.

Sesekali terbesit rasa dari hati ibunda tadi untuk mengintip berlinangan kah air mata anaknya itu, belum sempat ia menyibak tabir teduh wajah anaknya saat itu. Sang anak mengangkat terlebih dahulu dahinya yg berlipat menjadi empat bagian, dan dengan senyum polos ia bertanya, “Bu!, apa maksudnya semua nasihat ibu ini?”, sahutnyaa lihir menadah jawaban atas pertanyaan yg dilontarkannya tadi.
Dengan nada bijak terlafaskanlah serangkaian urutan nasihat pamungkas kepada si jagoan kecilnya.
“Nak!,
Jangan berkecil hati bila engkau dihampiri gelap, jangan pula gusar bila dinaungi hujan, atau sekedar mengeluh bila melewati senja apalagi fajar”.
“Ialah hal biasa bila saat langit membiru ada seseorang yg bersedia menemanimu bermain layang-layang di halaman luas membentang, dengan hamparan rerumputan hijau jepang yang halus memanjakan kaki sekalipun tak bersandal, dengan hembusan anginnya yang lantang membawa jerih payah usaha menerbangkan layang-layang kalian dengan mudah”.
“Tapi bilakah Fajar, Senja, Gelap, ataupun Hujan menghampiri ia akan tetap menemani, TIDAK!”

“Tidak wahai anakku yang gagah!,…
karena di saat itulah engkau yang harus menjaga temanmu, menjaganya dalam perlindungan terbaikmu, hingga pada saat senja berlalu digantikan malam sedang fajar menyingsing membawa birunya langit, sekalipun hujan turun dengan intensitas curah yang tak menentu, maka biarkanlah ia tetap membersamai layang-layang kalian, maka tunggulah dan jagalah ia dalam kebersamaan kalian yang kuat. Maka tatkala pelangi datang menghampiri, sepasang kedua buah bola mata ini akan senantiasa sibuk menerbangkan layang-layang kalian kemarin, lalu mengikuti garis-garis indahnya pelangi itu”.
Sambil mamainkan kepalanya yang berpusar dua keatas dan kebawah, sang anak bernama abdul tadi tak sengaja melafalkan kalimat seorang mahasiswa ber-IPK 3,00,
“Oh, jadi begitu ya bun rumusnya,
he…he…”
Tertunduk mengiyakan sang bunda menjawab,
“Iya, betul sekali
wah anak bunda hebat ya seperti ayahnya”
Iyalah, Abdul
Sahut anak itu dengan lugas
Sedangkan Ratna sang ibunda abdul hanya bisa tersenyum malu menatap masalalunya yang tak seindah seperti yang ia bicarakan pada anaknya.
Dengan mengharap ridho-Mu ya Rabb, jadikanlah anakku sebagai penjaga layang-layang bagi wanitanya kelak. Bukan wanitanya yang menjadikan dirinya sebagai penjaga layang-layang bagi anakku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syukran Wa Jazakumullah atas nasihat & Kritiknya